Kamis, 07 November 2013

Lingkungan dan Batasan Mesjid


Hukum Jualan di Lingkungan Masjid

oleh: Ust. Aris Munandar, S.S., M.PI.

http://pengusahamuslim.com/hukum-jualan-di-1435#.UnxgM3B7LwI

Pertanyaan, “Apa hukum berjualan di halaman masjid?”

Jawaban, “Sesungguhnya, halaman dan pelataran masjid serta daerah kanan dan kiri masjid, demikian pula bangunan yang ditambahkan ke masjid serta semua yang bersambung dengan masjid, baik berada di luar atau pun di dalam bangunan masjid, itu dinilai sebagai lingkungan masjid menurut pendapat yang paling kuat. Adapun ketentuan yang berlaku untuk lingkungan masjid itu sama dengan ketentuan yang berlaku untuk masjid, sehingga tidak diperbolehkan mengadakan transaksi jual beli di tempat tersebut atau pun mengumumkan barang yang hilang. Ketentuan ini berlaku, baik lingkungan masjid tersebut digabungkan kepada masjid secara permanen --yang dibuktikan dengan adanya bangunan atau pagar yang mengelilingi lingkungan masjid-- atau pun tidak dikelilingi dengan pagar asalkan batas-batas lingkungan masjid telah diketahui secara pasti.

Di lingkungan masjid tersebut, kita diperbolehkan shalat dengan bermakmum imam yang ada di dalam masjid, asalkan bangunan pokok masjid telah dipenuhi dengan orang-orang yang mengerjakan shalat. Demikian pula, dituntunkan untuk mengerjakan shalat tahiyatul masjid di lingkungan masjid dan ketentuan-ketentuan lain terkait dengan masjid. Inilah aplikasi nyata dari kaidah fikih,

الحَرِيمُ لَهُ حُكْمُ مَا هُوَ حَرِيمٌ لَهُ

'Pada lingkungan suatu tempat berlaku ketentuan yang juga berlaku untuk tempat tersebut.' (Al-Asybah wan Nazhair, karya As-Suyuthi, hlm. 125)

Landasan berpijak hadis tersebut adalah sabda Nabi,

أَلاَ وَإِنَّ لِكُلِّ مَلِكٍ حِمًى أَلاَ وَإِنَّ حِمَى اللهِ مَحَارِمُهُ

'Ingatlah bahwa setiap raja itu memiliki daerah larangan dan ketahuilah bahwa daerah larangan Allah adalah hal-hal yang Allah haramkan.' (H.r. Bukhari dan Muslim)

Akan tetapi, jika pelataran dan halaman yang disebut dengan pelataran dan halaman masjid itu ternyata terpisah dari masjid dengan adanya jalan atau tempat lalu-lalang, artinya seseorang itu tidak mungkin memasuki pelataran masjid kecuali setelah dinilai keluar dari masjid, maka dalam kondisi semisal ini, hal-hal yang terlarang untuk dilakukan di masjid boleh dilakukan di tempat tersebut karena daerah tersebut dinilai telah terpisah dari masjid secara realita sehingga penamaan 'pelataran masjid' atau pun 'halaman masjid' untuk daerah ini hanya sekadar nama yang tidak didukung oleh realita. Oleh karena itu, ketentuan yang berlaku untuk daerah tersebut berbeda dengan ketentuan yang berlaku untuk daerah yang memang secara permanen dinilai bersambung dengan masjid.” (ferkous)

Catatan:

Dari uraian di atas, kita bisa membuat kesimpulan tentang status hukum halaman masjid.

Jika halaman masjid tersebut dikelilingi oleh pagar masjid maka daerah yang terletak di dalam pagar masjid itu terhitung masjid.
Jika halaman masjid tersebut tidak dikelilingi oleh pagar masjid maka halaman masjid tersebut berstatus sebagai lingkungan masjid yang terlarang mengadakan transaksi jual beli di dalamnya, kecuali jika ada hal-hal yang menunjukkan bahwa halaman masjid tersebut sudah tidak lagi dinilai sebagai lingkungan masjid, semisal adanya jalan setapak yang memisahkan antara masjid dengan halaman tersebut. Dalam kondisi demikian, halaman masjid tidak dinilai sebagai lingkungan masjid, meski daerah tersebut dinamai dengan sebutan "halaman masjid".
Artikel www.PengusahaMuslim.com


Batasan Masjid

November 27th 2009 by Abu Muawiah

http://al-atsariyyah.com/batasan-masjid.html

Tanya:
Assalamualaikum ustadz. . .
berdagang dimasjid batasan sampai mana aja ? boleh ga kalo diemperannya?
kalo sholat jum at emperannya dipakai untuk sholat, kalau emperannya tidak dipakai untuk sholat boleh ga buat dagang? jazakalloh khoiron katsir.

“abu hana” <abuhana8@yahoo.co.id>

Jawaban:
Waalaikumussalam warahmatullah.
Dalam hal ini ada pembahasan di kalangan ulama: Apakah ar-rahbah itu merupakan bagian dari masjid?
Ar-rahbah adalah bangunan atau halaman atau tempat yang luas yang terletak di depan pintu masjid dan tidak terpisah dari masjid. Lihat Fathul Bari (13/155) dan Umdah Al-Qari karya Al-Aini (24/245)
Kalau kita lihat dari definisi di atas, yang termasuk ar-rahbah pada masjid-masjid sekarang adalah teras yang bersambung dengan masjid ataukah halamannya yang juga ditegel dan bersambung dengan masjid baik lantainya maupun atapnya, baik dipakai untuk shalat maupun tidak.
Ada perbedaan pendapat di kalangan ulama, apakah ar-rahbah masuk bagian dari masjid ataukah tidak. Jika dia termasuk bagian masjid maka berarti berlaku padanya hukum-hukum masjid seperti: Tidak boleh berjualan di situ, tidak boleh mencari barang yang hilang di situ, adanya shalat tahiyatul bagi yang mau duduk, tidak membatalkan i’tikaf  jika berada di situ, dan seterusnya.
Pendapat yang kuat di kalangan ulama adalah bahwa ar-rahbah merupakan bagian dari masjid -yang berlaku padanya hukum-hukum masjid- selama dia masih bersambung (lantai atau atapnya) dengan masjid. Jika dia terpisah dari masjid maka dia bukan bagian dari masjid dan tidak mendapatkan hukum masjid.
Ini adalah pendapat Al-Hasan Al-Bashri, Zurarah bin Abi Aufa, Asy-Syafi’i, Imam Al-Bukhari, dan selain keduanya. Dan inilah pendapat yang dikuatkan oleh Al-Hafizh dalam Fathul Bari dan Ibnu Al-Munayyir. Wallahu a’lam bishshawab. Lihat Al-Majmu’ (6/507) dan Al-Fath (13/156)


Apa Hukum Jual Beli di Masjid?

June 9, 2010

http://www.konsultasisyariah.com/jual-beli-di-masjid/

Pertanyaan:

Bagaimana hukum jual-beli di mesjid? Manakah yang termasuk batas-batas mesjid?


Jawaban:

Hukum jual-beli di mesjid adalah haram, berdasarkan hadits-hadits berikut,

عَن أَبِيْ هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ قَالَ إِذَا رَأَيْتُمْ مَنْ يَبِيْعُ أَوْ يَبْتَاعُ فِي الْمَسْجِدِ فَقُوْلُوا لاَ أَرْبَحَ اللهُ تِجَارَتَكَ
Dari Abu Hurairah, Rasulullah bersabda, “Jika kamu melihat orang menjual atau membeli di mesjid maka katakanlah, ‘Semoga Allah tidak memberi keuntungan pada daganganmu.’” (Tirmidzi: 1232 dan beliau berkata, “Hasan gharib,” Abu Daud: 400, ad-Darimi: 1365, Shahih Ibnu Hibban: 1650, dinilai shahih oleh al-Albani dan ar-Arnauth dalam Shahih Ibnu Hibban)

أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ نَهَى عَنِ الشِّرَاءِ وَ الْبَيْعِ فِي الْمَسْجِد
“Nabi shallallahu ‘alaiihi wa sallam melarang jual-beli di mesjid.” (Ibnu Majah : 749)

Imam Syaukani berkata, “Dua hadits ini menunjukkan haramnya jual-beli, bersyair, dan mengadakan halaqah sebelum shalat. Jumhur ulama berpendapat bahwa larangan ini hanya makruh.

Al-Iraqi berkata, “Ulama telah bersepakat bahwa jual-beli yang telah terjadi di mesjid tidak boleh dibatalkan.” Demikian pula kata al-Mawardi.

Engkau mengetahui bahwa memalingkan (hukum) larangan kepada makruh membutuhkan qarinah (dalil pendukung) yang memalingkan dan makna yang hakiki yaitu haram, menurut orang-orang yang berpendapat bahwa larangan itu pada hakikatnya adalah untuk pengharaman, dan ini adalah benar.

Juga ijma’ (kesepakatan) mereka, bahwa jual-beli yang telah terjadi itu sah dan tidak boleh dibatalkan, tidak bertentangan dengan larangan jual-beli (maksudnya, jual-beli tersebut tetap sah tetapi haram, pelakunya berdosa, pent). Maka, hal itu tidak boleh dijadikan sebagai qarinah guna memalingkan larangan kepada hukum makruh.

Sebagian murid asy-Syafi’i berpendapat bahwa jual-beli di mesjid tidak makruh. Hadits-hadits tadi membantah mereka. Sedangkan murid-murid Abu Hanifah membedakan, bahwa jual-beli yang ramai itu dibenci, sedangkan yang tidak ramai itu tidak dibenci. Pembedaan ini tidak ada dalilnya. (Nailul Authar: 2/455, no. Hadits 641)

Imam Tirmidzi berkata, “Sebagian ahli ilmi membolehkan jual-beli di mesjid.”

Al-Allamah Mubarakfuri, dalam syarahnya, berkata, “Saya tidak mendapatkan dalil yang menunjukkan demikian. Bahkan hadits-hadits bab merupakan hujjah (membantah) orang yang membolehkan.” (Tuhfatul Ahwadzi)

Syaikh Salim al-Hilali dalam al-Manahi asy-Syari’iyyah: 1/371 menyimpulkan:

Jual-beli di mesjid adalah haram, sebab mesjid adalah pasar akhirat. Termasuk di antara adab-adab di mesjid adalah menyucikannya dari perkara dunia dan apa pun yang tidak ada kaitannya dengan akhirat.
Larangan jual-beli di mesjid tidak mengharuskan batalnya akad. Ibnu Khuzaimah dalam kitab Shahihnya membuat bab “Perintah untuk Melaknat kepada Orang Yang Berjual-Beli di Mesjid Agar Tidak Beruntung Dagangannya”. Ini menunjukkan bahwa jual beli itu sah, meskipun orang yang melakukan berdosa. Katanya lagi, “Kalaulah jual-beli tidak sah, maka sabda beliau ‘Semoga Allah tidak memberi keuntungan pada daganganmu’ tidak ada artinya.”
Sumber: Majalah Al-Furqon, edisi 5, tahun ke-4 1425 H.

(Dengan beberapa pengubahan tata bahasa dan aksara oleh redaksi www.konsultasisyariah.com)



Berjualan di Lingkungan Masjid, Bolehkah? diambil dari: Baturaja Online

Ditulis Oleh: Baturaja Online pada 10 Februari 2012
http://baturajaonline.com/al-manhaj/berjualan-di-lingkungan-masjid-bolehkah/#.UnxhunB7LwI

Pertanyaan, “Apa hukum berjualan di halaman masjid?” Jawaban, “Sesungguhnya, halaman dan pelataran masjid serta daerah kanan dan kiri masjid, demikian pula bangunan yang ditambahkan ke masjid serta semua yang bersambung dengan masjid, baik berada di luar atau pun di dalam bangunan masjid, itu dinilai sebagai lingkungan masjid menurut pendapat yang paling kuat. Adapun ketentuan yang berlaku untuk lingkungan masjid itu sama dengan ketentuan yang berlaku untuk masjid, sehingga tidak diperbolehkan mengadakan transaksi jual beli di tempat tersebut atau pun mengumumkan barang yang hilang. Ketentuan ini berlaku, baik lingkungan masjid tersebut digabungkan kepada masjid secara permanen –yang dibuktikan dengan adanya bangunan atau pagar yang mengelilingi lingkungan masjid– atau pun tidak dikelilingi dengan pagar asalkan batas-batas lingkungan masjid telah diketahui secara pasti. Di lingkungan masjid tersebut, kita diperbolehkan shalat dengan bermakmum imam yang ada di dalam masjid, asalkan bangunan pokok masjid telah dipenuhi dengan orang-orang yang mengerjakan shalat. Demikian pula, dituntunkan untuk mengerjakan shalat tahiyatul masjid di lingkungan masjid dan ketentuan-ketentuan lain terkait dengan masjid. Inilah aplikasi nyata dari kaidah fikih, الحَرِيمُ لَهُ حُكْمُ مَا هُوَ حَرِيمٌ لَهُ ‘Pada lingkungan suatu tempat berlaku ketentuan yang juga berlaku untuk tempat tersebut.’ (Al-Asybah wan Nazhair, karya As-Suyuthi, hlm. 125) Landasan berpijak hadis tersebut adalah sabda Nabi, أَلاَ وَإِنَّ لِكُلِّ مَلِكٍ حِمًى أَلاَ وَإِنَّ حِمَى اللهِ مَحَارِمُهُ ‘Ingatlah bahwa setiap raja itu memiliki daerah larangan dan ketahuilah bahwa daerah larangan Allah adalah hal-hal yang Allah haramkan.’ (H.r. Bukhari dan Muslim) Akan tetapi, jika pelataran dan halaman yang disebut dengan pelataran dan halaman masjid itu ternyata terpisah dari masjid dengan adanya jalan atau tempat lalu-lalang, artinya seseorang itu tidak mungkin memasuki pelataran masjid kecuali setelah dinilai keluar dari masjid, maka dalam kondisi semisal ini, hal-hal yang terlarang untuk dilakukan di masjid boleh dilakukan di tempat tersebut karena daerah tersebut dinilai telah terpisah dari masjid secara realita sehingga penamaan ‘pelataran masjid’ atau pun ‘halaman masjid’ untuk daerah ini hanya sekadar nama yang tidak didukung oleh realita. Oleh karena itu, ketentuan yang berlaku untuk daerah tersebut berbeda dengan ketentuan yang berlaku untuk daerah yang memang secara permanen dinilai bersambung dengan masjid.” (ferkous) Catatan: Dari uraian di atas, kita bisa membuat kesimpulan tentang status hukum halaman masjid. Jika halaman masjid tersebut dikelilingi oleh pagar masjid maka daerah yang terletak di dalam pagar masjid itu terhitung masjid. Jika halaman masjid tersebut tidak dikelilingi oleh pagar masjid maka halaman masjid tersebut berstatus sebagai lingkungan masjid yang terlarang mengadakan transaksi jual beli di dalamnya, kecuali jika ada hal-hal yang menunjukkan bahwa halaman masjid tersebut sudah tidak lagi dinilai sebagai lingkungan masjid, semisal adanya jalan setapak yang memisahkan antara masjid dengan halaman tersebut. Dalam kondisi demikian, halaman masjid tidak dinilai sebagai lingkungan masjid, meski daerah tersebut dinamai dengan sebutan “halaman masjid”. Oleh Ust. Aris Munandar, S.S., M.A. -

http://baturajaonline.com/al-manhaj/berjualan-di-lingkungan-masjid-bolehkah/#.UnxhunB7LwI



Tidak ada komentar:

Posting Komentar